Beranda | Artikel
Mukaddimah Hati Yang Mentauhidkan Allah
Selasa, 6 Oktober 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Fachrudin Nu`man

Mukaddimah Hati Yang Mentauhidkan Allah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Fachrudin Nu’man, Lc. dalam pembahasan Hati Yang Mentauhidkan Allah. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 18 Shafar 1442 H / 06 Oktober 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mukaddimah Hati Yang Mentauhidkan Allah

Dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, di kesempatan ini kita akan membahas buku yang sederhana, yang berusaha saya kumpulkan pembahasan-pembahasannya dalam tema -namun saya kira tema ini adalah tema yang sangat besar, tema yang sangat agung, tema yang sangat penting dalam kehidupan kita- hati yang mentauhidkan Allah.

Dilihat dari judulnya, ada dua perkara penting dalam tema ini. Pertama membahas tentang perkara yang sangat penting dalam tubuh kita, perkara yang sangat darurat dalam tubuh kita untuk kita senantiasa jaga, untuk kita senantiasa sucikan dan dari situ kebahagiaan kita, yaitu hati kita.

Hati seorang hamba harus suci dan bersih. Karena dengan kesucian dan kebersihan hati seorang hamba, maka dengan itu dia akan mendapatkan kebahagiaan. Karena hakikat kebahagiaan adanya di hati sanubari seorang hamba. Sebagaimana para ulama ketika menterjemahkan makna bahagia, kata mereka bahwa bahagia adalah tenangnya hati dan lapangnya dada. Subhanallah..

Yang kedua, yang kita bahas adalah perkara hati yang paling agung dan merupakan asas pondasi agama, yaitu tauhidullah ‘Azza wa Jalla yang ada di hati seorang hamba. Subhanallah..

Sementara tauhid tidak diragukan lagi bahwasanya tauhid adalah asas agama kita yang tidak diterima agama apapun apabila tidak didasari dengan tauhid. Agama seluruh para Nabi adalah Islam.

سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ

Kami namakan kalian muslim.” (QS. Al-Hajj[22]: 78)

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٣١﴾

Ketika dikatakan kepadanya oleh Rabbnya: ‘Berserah dirilah engkau kepada Allah.’ Maka Ibrahim menjawab: ‘Aku berserah diri kepada Rabbul ‘alamin.’” (QS. Al-Baqarah[2]: 131)

Maka agama Islam yang artinya adalah:

الاستسلام لله بالتوحيد

“Berserah diri kepada Allah, tunduk dan patuh dengan hanya menjadikan Allah satu-satunya Dzat yang disembah (tauhid).”

Dzat yang diagungkan dengan kegagahanNya, dengan kerajaanNya, dengan ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala rububiyahNya. Sehingga kita pun tidak menghambakan diri kecuali kepada Allah.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ…

Tidaklah Kami perintahkan mereka kecuali agar mereka hanya menyembah Allah betul-betul ikhlas dalam agama ini.” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)

Sehingga tidak diterima agama apapun apabila tidak didasari dengan tauhid. Dan kita ketahui bahwasanya para Rasul pun dahulu diutus untuk mengingatkan tauhid, untuk menegakkan tauhid, untuk mengajak manusia kembali kepada tauhid. Sebagaimana Allah sebutkan dalam surat Al-Anbiya ayat 25, Allah katakan:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ﴿٢٥﴾

Tidak ada seorang Rasul pun yang diutus sebelum engkau (Wahai Muhammad) kecuali Kami wahyukan kepada mereka bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Aku (yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala)…” (QS. Al-Anbiya[21]: 25)

Sehingga kitab-kitab terdahulu sampai Al-Qur’an diturunkan dengan kitab yang paling sempurn, semua isinya bagaimana mengajak manusia kepada ketauhidan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka tauhid merupakan syarat tegaknya agama dalam jiwa seseorang dan syarat diterimanya amal shalih dan syarat kebahagiaan mutlak bagi hamba di dunia dan dia tidak akan bisa masuk surga Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai dia mentauhidkan Allah, yaitu mengibarkan bendera Laa Ilaaha Illallah. Bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh yang ada di alam semesta ini selain Allah adalah makhluk yang diciptakan, dimiliki dan diatur oleh Allah Subhanahu ta’ala yang tidak memiliki sifat ketuhanan, baik malaikatNya maupun NabiNya, begitu yang lainnya dari makhluk-makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pusaran tauhid, adanya di hati seorang hamba. Ketika hati bagus, isinya penuh dengan ketundukan, keimanan, ketauhidan kepada Allah, keyakinan yang kuat, aqidah yang lurus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka itulah hati yang suci, akan muncul dari hati yang suci tersebut penghambaan yang sempurna, sujud yang sempurna, ruku’ yang sempurna, harapan yang sempurna, tawakal yang sempurna, ketundukan yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itu saya menganggap penting untuk mengumpulkan pembahasan yang sangat penting ini dengan tema hati yang mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hati bagaikan raja

Hati bagaikana raja untuk seluruh tubuh kita. Apa yang dikatakan hati itulah yang dilakukan. Apa yang ditahan oleh hati maka tidak akan terjadi. Subhanallah.. Maka putaran kebaikan dan keburukan seorang hamba ada pada hatinya.

Hati merupakan sumber kebaikan, keshalihan, kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat, begitu kata para ulama.

Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan dan hadits yang masyhur, bahwasanya kata Nabi:

أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً

“Katakanlah bahwasanya dalam jasad seorang hamba ada segumpal daging yang kecil, satu anggota tubuh yang cukup kecil.”

Dimana kata Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ

“Apabila bagus hati seseorang hamba tersebut, maka seluruh amalan jasadnya akan baik. Sebaliknya, apabila rusak hati seorang hamba, maka rusaklah seluruh amalan jasadnya.” ()

Oleh karena itu dengan sederhana kita bisa menjawab ketika melihat seseorang -MasyaAllah- begitu shalihnya, begitu tunduknya kepada Allah, begitu istiqamahnya diatas tuntunan Rasulullah, begitu tinggi dan mulia akhlaknya, jawabannya adalah karena hatinya suci, hatinya bersih.

Lalu ketika sebaliknya ada seseorang -Na’udzubillah- dia menyekutukan Allah, dia melakukan bid’ah-bid’ah dalam agama, menyimpang dari tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,  dia melakukan maksiat-maksiat, dia minum khamr, berzina, memakan riba, senantiasa bertikai dengan saudaranya diatas keburukan akhlaknya. Hal ini disebabkan karena hatinya kotor.

Subhanallah.. Maka itulah kondisi hati dalam tubuh seroang hamba. Hatilah yang menentukan kebaikan dan keburukan seorang hamba. Kalau begitu sangat penting ya untuk kita senantiasa memperhatikan kebaikan, kesucian dan kebersihan hati kita.

Allah menilai hati seseorang

Yang dinilai di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah hati. Allah tidak melihat sekedar jasad tubuh seseorang. Dia kuat, dia besar atau paras wajahnya atau sekedar hartanya yang berlipat, itu bukan penilaian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ…

“Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menilai raut muka/wajah/paras kalian. Dan Allah tidak melihat kepada jasad dan harta kalian. Namun yang dinilai adalah hati kalian.” (HR. Muslim)

Maka penilaian Allah kepada seorang hamba adalah apakah hatinya suci atau tidak, bersih atau tidak. Subhanallah..

Bagaimana penjelasan selengkapnya? Download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini..

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49204-mukaddimah-hati-yang-mentauhidkan-allah/